Jika mendengar kata “sanksi pajak,” Anda mungkin langsung membayangkan denda besar atau bahkan ancaman pidana. Namun, tahukah Anda bahwa ada cara untuk menghindari hal tersebut? Dalam artikel ini, kami akan mengupas tuntas tentang sanksi tindak pidana pajak di Indonesia dan solusi praktis agar Anda tetap taat pajak.
Metode Hukum Atas Tindak Pidana Pajak di Indonesia
Pajak merupakan partisipasi yang bersifat wajib dan memaksa bagi warga negara selaku wajib pajak, di mana nantinya pembayaran pajak yang dilakukan wajib pajak akan dikembalikan lagi oleh negara kepada masyarakat.
Pegembalian uang pajak kepada masyarakat tidak langsung diberikan kepada individu, tetapi diwujudkan dalam bentuk lain, seperti pembangunan infrastruktur, pendidikan kesehatan, bantuan sosial dan lain-lain.
Bagi wajib pajak yang tidak memenuhi kewajibannya dalam membayar dan atau melaporkan pajaknya sesuai dengan ketentuan yang berlaku, tentu ada sanksi yang menunggu.
Sanksi dalam Hukum Pajak
Penerapan sanksi kepada wajib pajak yang melanggar ketentuan perpajakan bertujuan agar bisa menertibkan kepatuhan para wajib pajak sehingga dapat menjaga penerimaan negara yang berasal dari pajak tetap stabil.
Ada dua kategori sanksi yang dijatuhkan kepada wajib pajak yang melakukan pelanggaran, yaitu; sanksi administrasi dan sanksi pidana.
- Sanksi administrasi bisa berupa bunga, denda dan kenaikan.
- Sedangkan sanksi pidana bisa berupa kurungan atau penjara.
Sanksi Administrasi
Sanksi bunga dikenakan kepada wajib pajak biasanya karena terlambat membayar pajak. Sanksi denda dikenakan karena adanya pelanggaran terkait kewajiban pelaporan oleh wajib pajak. Besarnya bunga dan denda yang dijatuhkan kepada wajib pajak tergantung pada jenis kesalahan.
Sedangkan sanksi kenaikan biasanya diberikan kepada wajib pajak yang memberikan informasi salah atas laporan-laporan perpajakan mereka. Biasanya sanksi kenaikan lebih besar daripada sanksi bunga atau denda.
Sebelum dijatuhkannya sanksi kepada wajib pajak, tentu ada tahapan yang dilakukan oleh otoritas pajak. Salah satu tahapan tersebut adalah pemeriksaan.
Pemerikasaan ini dilakukan otoritas perpajakan sebagai implementasi dari fungsi mereka melakukan pengawasan terhadap wajib pajak. Di mana tujuan dari pemeriksaan yang dilakukan otoritas perpajakan adalah agar dapat menguji kepatuhan wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya.
Selain itu pemeriksaan juga bertujuan untuk mendapatkan bukti permulaan tentang adanya dugaan telah terjadi tindak pidana di bidang perpajakan.
Sanksi Pidana
Ada hal yang menarik kalau kita berbicara mengenai sanksi pajak ini, yaitu tentang sanksi pidananya.
Pengenaan pidana pajak karena adanya pelanggaran hukum berat, seperti pemalsuan dokumen atau penggelapan pajak.
Atau dengan kata lain adanya tindakan pidana pajak yang dilakukan oleh subjek pajak dengan berbagai cara untuk menghindari kewajiban perpajakannya, seperti memberikan data atau informasi perpajakan yang tidak sesuai dengan yang sebenarnya dan menimbulkan merugikan negara.
Dasar Penegakan Hukum Atas Tindak Pidana Pajak
Dalam penerapan pidana pajak tidak hanya tentang kurungan atau penjara saja, tetapi ada juga denda pidana. Seperti yang tertuang dalam Pasal 38,39, dan 39A UU KUP.
Perlu diketahui bahwa ada beberapa unsur dalam tindak pidana di bidang perpajakan, yaitu unsur subjek, unsur perbuatan, unsur akibat, dan unsur kesalahan.
- Subjek adalah orang pribadi, badan, dan pihak lain (Pasal 39, 39A dan 43 UU KUP).
- Yang dimaksud perbuatan adalah perbuatan-perbuatan di bidang perpajakan yang bersifat melawan hukum. Perbuatan tersebut dirumuskan dalam ketentuan pidana Pasal 38, 39, 39A, 41A, 41B, 41C dan 43 UU KUP; Pasal 24, 25 UU PBB; Pasal 24, 25, dan 26 UU Bea Materai; Pasal 41A UU PPSP.
- Pasal 38 UU KUP menjelaskan tentang unsur akibat dari perbuatan yang dilarang berupa timbulnya kerugian pada pendapatan negara.
- Sedangkan unsur kesalahan dalam pidana pajak terdapat dalam Pasal 38 dan 39 ayat (1) UU KUP. Di mana dalam dua pasal tersebut, pidana bentuk kesalahan ada dua, yaitu kealpaan dan kesengajaan.
Cara Menghindari Sanksi Pidana Pajak
Wajib pajak harus memastikan semua laporan pajak dibuat secara akurat dan tepat waktu. Kesalahan dalam laporan, baik disengaja maupun tidak, sering kali mengundang pemeriksaan oleh otoritas pajak dan berisiko mendatangkan sanksi. Mengecek ulang laporan sebelum diajukan menjadi langkah penting untuk menghindari masalah.
Mengikuti perkembangan peraturan perpajakan menjadi langkah penting berikutnya. Perubahan aturan perpajakan sering terjadi untuk menyesuaikan kebijakan fiskal dengan kebutuhan negara. Wajib pajak yang kurang memahami aturan terkini berpotensi melakukan pelanggaran. Agar tetap memahami perubahan tersebut, berkonsultasi dengan konsultan pajak profesional dapat menjadi solusi efektif.
Membuat pembukuan yang baik membantu wajib pajak memantau pendapatan, pengeluaran, dan kewajiban pajak secara efektif. Pembukuan yang rapi mempermudah proses pelaporan dan mengurangi risiko kesalahan. Wajib pajak yang merasa kesulitan membuat pembukuan dapat memanfaatkan jasa akuntan atau menggunakan perangkat lunak pembukuan modern untuk membantu proses tersebut.
Wajib pajak perlu membayar pajak sesuai jumlah yang terutang sebelum tenggat waktu yang ditentukan. Menunda pembayaran atau membayar dalam jumlah kurang dari yang seharusnya sering menjadi penyebab utama sanksi administrasi dan pidana. Merencanakan keuangan dengan baik menjadi langkah strategis untuk memastikan dana pajak selalu tersedia.
Asas Ultimum Remedium dan Restorative Justice
Karena penerapan sanksi pidana dalam bidang perpajakan menganut asas ultimum remedium, maka wajib pajak bisa menggunakan metode restorative justice.
Cara ini memberikan peluang wajib agar terhindar dari sanksi kurungan atau penjara, jika wajib pajak mengembalikan kerugian negara yang timbul ke kas negara akibat pelanggaran yang dilakukan oleh wajib pajak tersebut dalam bidang perpajakan. Maksudnya adalah sanksi pidana berupa kurungan atau penjara akan dijatuhkan, sebagai jalan terakhir apabila wajib pajak tidak memenuhi kewajibannya dalam membayar pajak beserta denda administrasinya sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Bagi wajib pajak yang sudah mengakui kesalahan dan menyelesaikan masalahnya dengan memenuhi kewajiban beserta denda adminstrasinya, maka wajib pajak tersebut berhak untuk menghentikan berlanjutnya proses pemeriksaan ke tahap penyidikan.
Penghentian Penyidikan dan Proses di Tahap Pengadilan
Sesuai dengan bunyi Pasal 8 ayat (3) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP). Andaikan perkara pidana perpajakan tersebut sudah masuk dalam tahap penyidikan dan belum dilimpahkan ke pengadilan, wajib pajak yang bermasalah tersebut bisa mengajukan permohonan kepada Menteri Keuangan untuk menghentikan penyidikan setelah wajib pajak yang bersangkutan melunasi utang pajak yang tidak atau kurang dibayar atau yang tidak seharusnya dikembalikan, ditambah dengan sanksi administrasi berupa denda.
Dengan dasar untuk kepentingan penerimaan negara, Menteri Keuangan akan mengajukan permintaan penghentian Penyidikan kepada Jaksa Agung atas tindak pidana bidang perpajakan yang dilakukan oleh wajib pajak. Jadi penghentian penyidikan dilakukan oleh Jaksa Agung atas permintaan Menteri Keuangan.
Ketentuan ini sesuai dengan bunyi dari Pasal 44B UU KUP dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 55/PMK.03/2016 tentang Tata Cara Permintaan Penghentian Penyidikan Tindak Pidana di Bindang Perpajakan untuk Kepentingan Penerimaan Negara.
Dalam tahap perkara telah dilimpahkan ke pengadilan (penuntutan), wajib pajak yang bermasalah masih dapat menggunakan haknya agar terhindar dari tuntutan pidana penjara.
Adapun hak yang dimaksud adalah;
- Melunasi kerugian pendapatan negara sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 38 UU KUP jo. UU Cipta Kerja.
- Melunasi kerugian pendapatan negara sebagaimana yang dimaksud dalan Pasal 39 UU KUP jo. UU Cipta Kerja.
- Melunasi jumlah pajak dalam faktur pajak, bukti pemungutan pajak, bukti pemotongan pajak, dan/atau bukti setoram pajak sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 39A UU KUP jo. UU Cipta Kerja.
Meskipun dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah, terdakwa yang melakukan pelunasan seperti yang disampaikan di atas, tetap dituntut bersalah tetapi tidak disertai penjatuhan pidana penjara. Pelunasan tersebut diperhitungkan sebagai pidana denda.
Bagi wajib pajak yang menjadi terdakwa, tidak melunasi pembayaran atau belum membayar sesuai dengan jumlah kewajiban yang sudah ditetapkan, maka pembayaran yang dilakukan dianggap sebagai pidana denda dan terdakwa tetap dituntut pidana penjara.
Kesimpulan
Agar wajib pajak bisa terhindar dari sanksi-sanksi di bidang perpajakan, tentunya wajib pajak perlu tahu dan paham tentang aturan yang berlaku. Selain itu, wajib pajak juga harus bisa membuat pembukuan yang baik tentang keuangan dan aset yang dimilikinya.
Bagi wajib pajak yang tidak begitu bisa membuat pembukuan standar untuk laporan perpajakan dan kurang memahami tentang peraturan perpajakan, apalagi peraturan yang selalu mengalami perubahan sesuai dengan kebutuhan negara, maka sangat disarankan kepada wajib pajak untuk konsultasi dengan ahli perpajakan yang kompeten, seperti konsultan pajak.
Karena orang yang ahli dalam perpajakan atau konsultan pajak dapat memahami kewajiban perpajakan, serta mereka juga dapat memberikan nasihat yang tepat kepada wajib pajak agar terhindar dari sanksi-sanksi perpajakan.
Menjalankan kewajiban pajak secara disiplin dan proaktif membantu wajib pajak menghindari sanksi pidana sekaligus berkontribusi pada pembangunan negara. Kepatuhan terhadap pajak mencerminkan rasa tanggung jawab dan kepedulian terhadap kemajuan bangsa.